happy blogging...^^ contact me on : benidektus_jb@yahoo.co.id

Sabtu, 22 November 2008

Sejarah dan Perkembangan Batik Yogyakarta

Berbicara soal batik memang selalu identik dengan masyarakat Jawa. Hal ini tentunya tak lepas dari adanya motif atau gambar pada kain yang berasal dari kerajaan di wilayah Jawa. Namun barangkali tak banyak orang (terutama kaum muda) yang mengetahui bagaimana asal muasal adanya batik ini. Apalagi mengenal lebih jauh mengenai berbagai jenis motif dan juga filosofinya.
Sejarah pembatikan di Indonesia berkait erat dengan perkembangan kerajaan Majapahit dan penyebaran ajaran agama Islam di Tanah Jawa. Dalam beberapa catatan, pengembangan batik banyak yang dilakukan pada masa-masa kerajaan Mataram, kemudian pada masa kerajaan Solo dan Yogyakarta.
Jadi kesenian batik ini di Indonesia telah dikenal sejak zaman kerjaan Majapahit dan terus berkembang kepada kerajaan dan raja-raja berikutnya. Adapun mulai meluasnya kesenian batik ini menjadi milik rakyat Indonesia dan khususnya suku Jawa ialah setelah akhir abad ke-XVIII atau awal abad ke-XIX. Batik yang pertama dihasilkan ialah semuanya batik tulis sampai awal abad ke-XX dan batik cap baru dikenal setelah perang dunia pertama selesai atau sekitar tahun 1920. Adapun kaitan dengan penyebaran ajaran Islam. Banyak daerah-daerah pusat perbatikan di Jawa adalah daerah-daerah santri dan kemudian Batik menjadi alat perjaungan ekonomi oleh tokoh-tokoh pedangan Muslim melawan perekonomian Belanda.


Dari kerajaan-kerajaan di Solo dan Yogyakarta sekitamya abad 17,18 dan 19, batik kemudian berkembang luas, khususnya di wilayah Pulau Jawa. Awalnya batik hanya sekedar hobi dari para keluarga raja di dalam berhias lewat pakaian. Namun dalam perkembangan selanjutnya, oleh masyarakat, batik kemudian dikembangkan menjadi komoditi perdagangan yang cukup menjanjikan pada masa itu.
Asal-usul pembatikan didaerah Yogyakarta dikenal semenjak kerajaan Mataram ke-I dengan rajanya Panembahan Senopati. Daerah pembatikan yang pertama ialah di desa Plered. Pembatikan pada masa itu terbatas dalam lingkungan keluarga kraton yang dikerjakan oleh wanita-wanita pembantu ratu. Dari sini pembatikan meluas pada tahap pertama, yaitu pada keluarga kraton lainnya yaitu istri dari abdi dalem dan tentara-tentara. Pada upacara resmi kerajaan, keluarga kraton baik pria maupun wanita diharuskan memakai pakaian dengan kombonasi batik dan lurik. Oleh karena kerajaan ini mendapat kunjungan dari rakyat dan rakyat tertarik pada pakaian-pakaian yang dipakai oleh keluarga kraton, kemudian ditiru oleh rakyat dan akhirnya meluaslah pembatikan keluar dari tembok kraton.
Akibat dari peperangan waktu zaman dahulu baik antara keluarga raja-raja maupun antara penjajahan Belanda dahulu, maka banyak keluarga-keluarga raja yang mengungsi dan menetap didaerah-daerah baru antara lain ke Banyumas, Pekalongan, dan kedaerah Timur Ponorogo, Tulungagung dan sebagainya. Meluasnya daerah pembatikan ini sampai kedaerah-daerah itu menurut perkembangan sejarah perjuangan bangsa Indonesia dimulai abad ke-18. Keluarga-keluarga kraton yang mengungsi inilah yang mengembangkan pembatikan seluruh pelosok pulau Jawa yang ada sekarang dan berkembang menurut alam dan daerah baru itu.
Perang Pangeran Diponegoro melawan Belanda, mendesak sang pangeran dan keluarganya serta para pengikutnya harus meninggalkan daerah kerajaan. Mereka kemudian tersebar ke arah Timur dan Barat. Kemudian di daerah-daerah baru itu para keluarga dan pengikut pangeran Diponegoro mengembangkan batik Yogyakarta.
Di antara bahan-bahan pewarna yang dipakai untuk pembuatan batik, ada yang tediri dari tumbuh-tumbuhan asli Indonesia yang dibuat sendiri. Antara lain dari pohon mengkudu, tinggi, soga, nila, dan bahan sodanya dibuat dari soda abu, serta garamnya dibuat dari tanah lumpur. Baru mulai dari beberapa tahun lalu, pembuatan batik sudah didominasi pabrik-pabrik benbuatan batik yang sudah menggunakan bahan bahan impor. Namun, para pengusaha batik tradisional tidak lalu pesimis dan terus berusaha untuk mengembangkan motif yang ada dengan cara memodifikasinya sesuai selera konsumen pada saat ini.
Dalam perkembangannya, pada jaman sekarang ini orang memakai batik bukan karena makna atau filosofinya, namun lebih pada kepantasan atau keindahan saja. Ketidakteraturan tersebut terlihat dari banyaknya anak-anak muda sekarang memakai batik parang dan kawung. Padahal sebenarnya batik motif ini tidak boleh dipakai masyarakat umum, karena hanya diperuntukkan bagi kerabat kraton. Parang itu sebenarnya dibuat hanya untuk raja. Ini mengacu pada hukum adat yang memang tidak tertulis.
Ini bukan mutlak kesalahan dari para generasi muda. Karena, bahkan di lingkungan kraton yang merupakan akar tumbuhnya batik pun pemaknaan ini mulai memudar. Walaupun memang masih ada pemakaian berdasarkan penggolongan itu, tapi tetap ada pemudaran.








Sumber : http://ms.wikipedia.org/wiki/Sejarah_batik_di_Indonesia
http://batikindonesia.info/2005/04/18/sejarah-batik-indonesia
http://trulyjogja.com