happy blogging...^^ contact me on : benidektus_jb@yahoo.co.id

Sabtu, 22 November 2008

Peristiwa madiun 1948

A. Latar Belakang
Akibat persetujuan renville, kabinet Amir Syrarifuddin jatuh karena dianggap terlalu menguntungkan Belanda. Persetujuan Renville tidak menjamin secara tegas kedudukan dan kelangsungan hidup Republik Indonesia. Posisi RI bertambah sulit serta wilayah Indonesia juga dikurangi lagi sehingga semakin bertambah sempit masih lagi ditambah dengan blokade-blokade ekonomi oleh Belanda. Maka pada tanggal 23 Januari 1948 kabinet Amir Syrarifudin mengembalikan mandat kepada presiden RI. Kemudian presiden menunjuk Moh. Hatta untuk membentuk kabinet baru. Setelah menyerahkan mandat kemudian Amir Syrarifuddin menjadi oposisi dari kabinet Hatta. Ia menyusun kekuatan dalam Front Demokrasi Rakyat ( FDR ), yang mempersatukan semua golongan sosialis kiri dan komunis. FDR berusaha memancing terjadinya bentrokan fisik terhadap lawan lawan politiknya, sehingga berakibat terjadinya kerusuhan terutama didaerah Surakarta dan sekitarnya seperti daerah Delanggu. Pada saat FDR melakukan offensif tampillah seorang pemimpin berpengalaman yaitu Musso. Ia adalah seorang tokoh PKI yang seorang tokoh PKI dari zaman sebelun Perang dunia II.
Musso telah bermukim selama beberapa puluh tahun di Uni Soviet (sekarang Rusia). Ia dikirim oleh pimpinan gerakan Komunis Internasional ke Indonesia dengan tujuan untuk merebut pimpinan atas negara RI dari tangan kaum nasionalis. Sesuai dengan tugas yang diberikan kepadanya, Musso segera mengambil langkah-langkah untuk memperkuat organisasi dan membangkitkan kemampuan kaum komunis Indonesia. Ia mengembangkan politik yang diberi nama “ Jalan baru “. Sesuai dengan doktrin itu, ia melakukan fusi antara Partai Sosialis, Partai Buruh, dll menjadi PKI. Ia bersama Amir Syarifuddin mengambil alih pimpinan PKI baru itu. PKI melakukan provokasi terhadap Kabinet Hatta dan menuduh pimpinan nasional pada waktu itu seolah-olah bersifat kompromistis terhadap musuh. Ia juga mengecam Persetujuan Renville, padahal arsiteknya adalah Amir Syarifuddin sendiri. Kesimpulan dari serangan itu adalah PKI ingin menggantikan pimpinan nasional dengan orang-orangnya.


Kabinet Hatta, sekalipun mendapat serangan dasri kaum Komunis, tetap melaksanakan program organisasi dan rasionalisasi. Tujuannya adalah untuk penghematan, perang terhadap inflasi, penyederhanaan dan penertiban organisasi angkatan perang. Diharapkan dengan adanya angkatan perang akan menjadi efektif dan efisien sesuai dengan tuntutan. Cara yang ditempuh antara lain:
 Melepaskan para prajurit dengan sukarela untuk meninggalkan ketentaraan dan kembali pada pekerjaan semula.
 Mengambil 100 ribu orang laskar dari masyarakat dan menyerahkan penampungan kepada Kementerian Pembangunan dan Pemuda.
FDR menentang keras program Reorganisasi dan Rasionalisasi angkatan perang yang dijalankan oleh Kabinet Hatta. Menurut kabinat hatta, melalui Rasionalisasi, jumlah anggota angkatan perang akan dikurang. Sebab negara tidak sanggup membiayai angkatan perang yang terlalu besar. Sebagian anggota yang akan terkena rasionalisasi adalah anggota laskar yang tergabung dalam FDR. Anggota laskar ini dihasut oleh FDR agar tidak mematuhi perintah Rasionalisasi.
Strategi FDR dalam mengatasi hal ini adalah:
 Dalam Parlemen, mengusahakan terbentuknya front nasional yang mempersatukan berbagai kekuatan sosial politik dalam rangka menggulingkan Kabinet Hatta.
 Menghasut ketidakpercayaan masyarakat kepada pemerintah, dengan cara pemogokkan umum dan berbagai bentuk pengacauan.
 Menarik pasukan FDR yang berada di medan tempur untuk memperkuat wilayah yang telah dibina.

B. Peristiwa-peristiwa sekitar pemberontakan
1. Aksi di Solo
Di Delanggu, PKI menggerakkan pemogokan buruh pabrik goni. Solo dijadikan daerah kacau. Pasukan Panembahan Senopati diadu domba dengan pasukan hijrah Siliwangi sehingga berkembang menjadi culik-menculik yang berkembang menjadi pertempuran. Penculikan dan pembunuhan terhadap lawan-lawan politiknya pun dilakukan oleh PKI. Salah seorang korbannya ialah dr. Muwardi, pemimpin Barisan Banteng.
Pada tanggal 11 september 1948 terjadi bentrokan berdarah di Surakarta antara pasukan pro-pemerintah melawan pasukan pro-PKI. Untuk mengatasi keadaan pemerintah menunjuk Kolonel Gatot Subroto sebagai gubernur militer Surakarta dan sekitarnya. Pada tanggal 17 September 1948 pasukan PKI mundur dari Surakarta.
2. Aksi di Madiun
Kejadian di Surakarta ternyata hanya sebagai pengalih perhatian. Sementara kekuatan TNI tertuju ke Surakarta, PKI justru malah memusatkan kekuatannya di Madiun. Puncak gerakan yang dilakukan oleh PKI terjadi pada tanggal 18 September 1948 yaitu dengan pernyataan tokoh-tokoh PKI tentang berdirinya Sovyet Republik Indonesia. Pernyataan ini dipublikasikan melalui radio pemancar Gelora Pemuda di Madiun. Tindakan itu secara nyata ingin merobohkan Republik Indonesia dan hasil Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 yang berdasarkan Pancasila untuk diganti dengan dasar komunis. Gerakan PKI ini terjadi pada saat bangsa Indonesia sedang bergulat mempertahankan kelangsungan kehidupan bangsa dan negara dari tekanan kaum Kolonialis Belanda yang masih tetap ingin menguasai Indonesia. Para pemberontak PKI melancarkan aksinya dengan menguasai seluruh Karisidenan Pati. PKI juga melakukan pembunuhan dan penculikan secara besar-besaran terhadap setiap golongan yang dianggap musuhnya, sehingga PKI tidak mendapat dukungan dari rakyat.

C. Akhir Pemberontakan PKI Madiun
Pemberontakan PKI yang terjadi di Madiun mendorong pemerintah RI untuk melakukan tindakan tegas. Presiden Soekarno dalam satu pidatonya mengajak rakyat untuk menentukan sikap. Yaitu memilih Soekarno-Hatta atau PKI-Musso. Dampak dari pernyataan itu sangat besar. Rakyat memilih Soekarno-Hatta. Perlawanan terhadap PKI dikobarkan. Kemudian Presiden Soekarno memusatkan seluruh kekuasaan negara berada dalam tangannya, dan Panglima Besar Soedirman memerintahkan Kolonel Gatot Subroto ( Panglima Divisi II Jawa Tengah bagian Timur ) dan Kolonel Sungkono ( Panglima Divisi Jawa Timur ) untuk mengerahkan kekuatan TNI serta polisi dalam menghadapi gerakan pemberontakan PKI.
Dengan bentuan rakyat, pada tanggal 30 September 1948 Madiun berhasil direbut kembali oleh pasukan TNI. Pasukan pemberontak melarikan diri, termasuk tokoh-tokohnya seperti Musso. Dalam pelariannya, Musso berhasil dicegat oleh pasukan TNI dan akhirnya tewas tertembak di Somoroto, Ponorogo. Amir Syarifuddin tertangkap di daerah Branti, Grobogan. Selanjutnya dilakukan operasi pembersihan di daerah-daerah lain. Pada awal bulan Desember 1948 operasi itu dinyatakan selesai.